Oleh : | 06 Januari 2016 | Dibaca : 1702 Pengunjung
( Pasca Pilkada Serentak )
Oleh : I Gusti Ngurah Suwetha *)
Pendahuluan
Sebelumnya perkenankan penulis mengucapkan selamat bagi para kandidat atau Paslon Kepala Daerah yang telah sukses dan berhasil memenangkan Pilkada yang baru berlalu, mudah-mudahan atas kemenangan yang diperoleh mendapat tuntunan dari Sang Pencipta untuk selalu sukses mengawal jalannya cita-cita perjuangan bagi para kandidat mengawal jalannya pemerintahan. Mungkin kita masih ingat sejak akan digelarnya Pemilihan Kepala Daerah serentak di seluruh Indonesia, kita selalu disuguhkan oleh media bertema “Pilkada serentak, mencari negarawan”. Yang tiada lain untuk memberikan warning kepada kita semua agar di dalam kita menggunakan hak politik kita sebagai pemilih di dalam kancah demokrasi ini benar-benar dimanfaatkan, sehingga dapat menekan kecilnya angka “golput” serta memilih para kandidat yang benar-benar memiliki jiwa negarawan, seperti yang telah diwariskan oleh para pendahulu pendiri negeri ini zaman dulu. Negarawan sudah barang tentu sebagaimana harapan publik. Menjadi seorang negarawan di masa sekarang tidaklah mudah. Seorang negarawan hendaknya mempunyai kepedulian, loyalitas terhadap bangsa dan negara, arif dan bijaksana, bersikap adil, memahami pemerintahan dan tidak tercela, dan sudah tentu tidak pernah tersandung kasus-kasus yang lagi ngetrend sekarang, yaitu bebas dari korupsi.
Pilkada serentak sudah usai, walaupun ada beberapa daerah yang tidak bisa ikut pilkada serentak karena alasan teknis di daerah yang bersangkutan, secara umum pilkada serentak sudah berjalan dengan baik dan dalam suasana kondusif, yang awalnya sempat menjadi kekhawatiran dari beberapa kalangan. Namun secara umum pilkada serentak kali ini sudah berjalan aman, dan lancer tanpa ada gangguan. Yang paling penting sekarang pasca pilkada serentak ini mungkin ada pertanyaan di benak kita semua tentang mampukah pilkada serentak ini melahirkan “negarawan” ?
Memahami arti“negarawan”
Mungkin banyak yang belum memahami apa itu “negarawan” atau “kenegarawanan”?. Dalam kesempatan ini penulis mencoba mengupas arti dari kata negarawan itu, dengan mengacu pada beberapa sumber, yaitu ; negarawan (plural: negarawan-negarawan; posesif ku, mu, nya; partikula: kah, lah) •1.ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan: Beliau merupakan pahlawan besar dan negarawan agung, wikipedia di (https://id.wiktionary.org/wiki/negarawan)1). Selanjutnya dalam kamus elektronik bahasa Indonesia menyebutkan ; negarawan/ne·ga·ra·wan/n ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan: beliau merupakan pahlawan besar danagung;kenegarawanan/ke·ne·ga·ra·wan·an/n hal yang berhubungan dengan orang-orang yang mengurus suatu negara: sikap amat diperlukan dalam menghadapi persoalan kemasyarakatan, KBBI di : http://kbbi.web.id/negarawan’2) (diunduh 10-12-.15).
Menyimak kutipan dari kedua sumber tadi di atas, dalam persepektif pemerintahan, bahwa negarawan itu, adalah ahli dan paham akan kenegaraan atau ahli di dalam tata kelola pemerintahan, arif dan bijaksana di dalam merumuskan program-program yang berkenaan dengan pemerintahan, loyal terhadap bangsa dan negara. Dengan pemahaman yang demikian, seorang paslon yang berhasil terpilih sebagai Kepala Daerah, nantinya harus mampu memahami dan memaknai akan istilah “kenegarawanan”itu. Menjadi seorang negarawan dituntut tanggung jawab yang lebih besar dari pada warga negara yang lainnya. Maka dari itu dia harus memiliki jiwa yang lebih tangguh, sikap mental yang mumpuni, dan yang paling penting adalah dipercaya publik. Betapa tidak, predikat kenegarawanan itu harus dipegang teguh oleh yang bersangkutan, karena mereka adalah figur publik.
Hal ini perlu untuk menampik “kesan guyon”, yang mengatakan bahwa ada perbedaan negarawan era dulu dengan era sekarang. Negarawan zaman dulu, dipenjara dulu baru menjabat. Negarawan sekarang, menjabat dulu kemudian dipenjara. Artinya, negarawan zaman dulu, mereka berjuang lebih dulu karena menghadapi pemerintahan kolonial/penjajah yang ingin menindas orang pribumi, karena sikapnya yang selalu menentang penjajah mereka dipenjara, akibat didorong oleh semangat dan motivasi yang tinggi untuk merdeka dan setelah Indonesia merdeka, barulah meraka menjabat. Itulah negarawan masa lalu. Tetapi kalau sekarang, mereka menjabat dulu, setelah itu dipenjara.Artinya, mereka berjuang hanya untuk memenuhi cita-citanya menjadi pejabat, kemudian karena pada masa menjabat berbuat kekeliruan/kesalahan yang melanggar hukum, akhirnya mereka dipenjara.
Maka dari itu seorang pejabat publik pada era sekarang diharapkan mampu mengemban prinsip-prinsip good governance, yang merupakan ciri pemerintahan modern, yang banyak diadopsi oleh negara-negara maju untuk mengelola pemerintahannya, yang didukung oleh visi dan misi. Acuan ini kiranya bisa dijadikan rujukan oleh paslon yang memenangkan pilkada yang baru lalu, dengan menyesuaikan pada kondisi daerah masing-masing untuk mengelola pemerintahannya, mengakomodir aspirasi rakyatnya, serta memenuhi janji-janji kampanyenya sehingga tidak menjadikan bumerang bagi dirinya.
Membangun “Green Government”
Paradigma pemerintahan sekarang semua negara di muka bumi ini dituntut dan berkewajiban untuk mengembangkan dan membangun “green government”atau pemerintahan hijau. Semua lembaga-lembaga pemerintahan baik di tingkat nasional maupun sub nasional atau pemerintahan daerah wajib untuk membangun green government ini, dengan melakukan pembangunan berkelanjutan (“sustainable development”), pembangunan yang memperhatikan lingkungan hidup, dengan memberdayakan segala potensi yang ada, serta memberdayakan kearifan local yang ada di setiap daerah. Untuk daerah Bali kiranya dengan semakin memberdayakan konsep Tri Hita Karana, yang masih relevan untuk mendukung green government itu, sebagai tindak lanjut hasil KTT iklim di Paris 2015. Bagi daerah-daerah yang mengandalkan PADnya dari hasil tambang, atau sumber daya alam lainnya kiranya mulai mencari alternative lain, sehingga lingkungan alam kita (sumber daya alam) kita tetap terjaga. Misalnya PAD, dari hasil galian “C”, atau pertambangan lainnya hendaknya benar-benar diperpehatikan, bila perlu dibatasi supaya jangan merusak alam itu sendiri.
Penutup
Pilkada yang telah selesai dilaksanakan berjalan dengan lancar, aman dan kondusif, dan pula sudah menghasilkan paslon-paslon hasil pemilihan langsung dari rakyat diharapkan paslon-paslon yang terpilih itu nantinya bisa mengemban tugas sesuai amanat konstitusi, serta berpegang pada prinsip-prinsip good governance. Dampak global warning, serta sebagai tindak lanjut KTT iklim Paris 2015, dapat diwujudkan untuk menuju green government. Dan yang lebih penting nantinya paslon yang terpilih dalam pilkada serentak ini dapat melahirkan negarawan baru.
1).Lihat (https://id.wiktionary.org/wiki/negarawan)
2). Lihat http://kbbi.web.id/negarawan’
Medio Desember, ’15.
*) Penulis, adalah Staf Pengajar pada IPDN. Kampus Regional
Nusa Tenggara Barat.
Putu Wijaya Sang Loper Koran Asal Karangasem Sukses Di Rantau
1713Unik, Nyepi di Bali Bersamaan dengan Gerhana Matahari
4026MAKNA NGELINGGIHANG DEWA HYANG
4027Ritual Unik di Desa Adat Asak Karangasem - Nyepeg Sampi Beramai-ramai untuk Menetralisir Alam
2299PENGARUH INTELIGENSI DAN PENALARAN FORMAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 AMLAPURA
Total Hits : 2291351
Pengunjung Online: 9